Jumat, 05 Oktober 2012

Pulau Bali

Bali adalah nama salah satu provinsi di Indonesia dan juga merupakan nama pulau terbesar yang menjadi bagian dari provinsi tersebut. Selain terdiri dari Pulau Bali, wilayah Provinsi Bali juga terdiri dari pulau-pulau yang lebih kecil di sekitarnya, yaitu Pulau Nusa Penida, Pulau Nusa Lembongan, Pulau Nusa Ceningan dan Pulau Serangan.
Bali terletak di antara Pulau Jawa dan Pulau Lombok. Ibukota provinsinya ialah Denpasar yang terletak di bagian selatan pulau ini. Mayoritas penduduk Bali adalah pemeluk agama Hindu. Di dunia, Bali terkenal sebagai tujuan pariwisata dengan keunikan berbagai hasil seni-budayanya, khususnya bagi para wisatawan Jepang dan Australia. Bali juga dikenal dengan sebutan Pulau Dewata dan Pulau Seribu Pura.

Geografi

Pulau Bali adalah bagian dari Kepulauan Sunda Kecil sepanjang 153 km dan selebar 112 km sekitar 3,2 km dari Pulau Jawa. Secara astronomis, Bali terletak di 8°25′23″ Lintang Selatan dan 115°14′55″ Bujur Timur yang membuatnya beriklim tropis seperti bagian Indonesia yang lain.
Gunung Agung adalah titik tertinggi di Bali setinggi 3.148 m. Gunung berapi ini terakhir meletus pada Maret 1963. Gunung Batur juga salah satu gunung yang ada di Bali. Sekitar 30.000 tahun yang lalu, Gunung Batur meletus dan menghasilkan bencana yang dahsyat di bumi. Berbeda dengan di bagian utara, bagian selatan Bali adalah dataran rendah yang dialiri sungai-sungai.
Berdasarkan relief dan topografi, di tengah-tengah Pulau Bali terbentang pegunungan yang memanjang dari barat ke timur dan di antara pegunungan tersebut terdapat gugusan gunung berapi yaitu Gunung Batur dan Gunung Agung serta gunung yang tidak berapi, yaitu Gunung Merbuk, Gunung Patas dan Gunung Seraya. Adanya pegunungan tersebut menyebabkan Daerah Bali secara Geografis terbagi menjadi 2 (dua) bagian yang tidak sama yaitu Bali Utara dengan dataran rendah yang sempit dan kurang landai dan Bali Selatan dengan dataran rendah yang luas dan landai. Kemiringan lahan Pulau Bali terdiri dari lahan datar (0-2%) seluas 122.652 ha, lahan bergelombang (2-15%) seluas 118.339 ha, lahan curam (15-40%) seluas 190.486 ha dan lahan sangat curam (>40%) seluas 132.189 ha. Provinsi Bali memiliki 4 (empat) buah danau yang berlokasi di daerah pegunungan, yaitu Danau Beratan atau Bedugul, Buyan, Tamblingan, dan Batur. Alam Bali yang indah menjadikan pulau Bali laku dijual sebagai daerah wisata.
Ibu kota Bali adalah Denpasar. Tempat-tempat penting lainnya adalah Ubud sebagai pusat seni dan peristirahatan terletak di Kabupaten Gianyar, sedangkan Kuta, Sanur, Seminyak, Jimbaran dan Nusa Dua adalah beberapa tempat yang menjadi tujuan pariwisata, baik wisata pantai maupun tempat peristirahatan, spa dll.
Luas wilayah Provinsi Bali adalah 5.636,66 km2 atau 0,29% luas wilayah Republik Indonesia. Secara administratif Provinsi Bali terbagi atas 9 kabupaten/kota, 55 kecamatan dan 701 desa/kelurahan.

Sejarah

Penghuni pertama pulau Bali diperkirakan datang pada 3000-2500 SM yang bermigrasi dari Asia.]Peninggalan peralatan batu dari masa tersebut ditemukan di desa Cekik yang terletak di bagian barat pulau.[5] Zaman prasejarah kemudian berakhir dengan datangnya ajaran Hindu dan tulisan Bahasa Sanskerta dari India pada 100 SM.
Kebudayaan Bali kemudian mendapat pengaruh kuat kebudayaan India yang prosesnya semakin cepat setelah abad ke-1 Masehi. Nama Balidwipa (pulau Bali) mulai ditemukan di berbagai prasasti, di antaranya Prasasti Blanjong yang dikeluarkan oleh Sri Kesari Warmadewa pada 913 M dan menyebutkan kata Walidwipa. Diperkirakan sekitar masa inilah sistem irigasi subak untuk penanaman padi mulai dikembangkan. Beberapa tradisi keagamaan dan budaya juga mulai berkembang pada masa itu. Kerajaan Majapahit (12931500 AD) yang beragama Hindu dan berpusat di pulau Jawa, pernah mendirikan kerajaan bawahan di Bali sekitar tahun 1343 M. Saat itu hampir seluruh nusantara beragama Hindu, namun seiring datangnya Islam berdirilah kerajaan-kerajaan Islam di nusantara yang antara lain menyebabkan keruntuhan Majapahit. Banyak bangsawan, pendeta, artis dan masyarakat Hindu lainnya yang ketika itu menyingkir dari Pulau Jawa ke Bali.
Orang Eropa yang pertama kali menemukan Bali ialah Cornelis de Houtman dari Belanda pada 1597, meskipun sebuah kapal Portugis sebelumnya pernah terdampar dekat tanjung Bukit, Jimbaran, pada 1585. Belanda lewat VOC pun mulai melaksanakan penjajahannya di tanah Bali, akan tetapi terus mendapat perlawanan sehingga sampai akhir kekuasaannya posisi mereka di Bali tidaklah sekokoh posisi mereka di Jawa atau Maluku. Bermula dari wilayah utara Bali, semenjak 1840-an kehadiran Belanda telah menjadi permanen yang awalnya dilakukan dengan mengadu-domba berbagai penguasa Bali yang saling tidak mempercayai satu sama lain. Belanda melakukan serangan besar lewat laut dan darat terhadap daerah Sanur dan disusul dengan daerah Denpasar. Pihak Bali yang kalah dalam jumlah maupun persenjataan tidak ingin mengalami malu karena menyerah, sehingga menyebabkan terjadinya perang sampai mati atau puputan yang melibatkan seluruh rakyat baik pria maupun wanita termasuk rajanya. Diperkirakan sebanyak 4.000 orang tewas dalam peristiwa tersebut, meskipun Belanda telah memerintahkan mereka untuk menyerah. Selanjutnya, para gubernur Belanda yang memerintah hanya sedikit saja memberikan pengaruhnya di pulau ini, sehingga pengendalian lokal terhadap agama dan budaya umumnya tidak berubah.
Jepang menduduki Bali selama Perang Dunia II dan saat itu seorang perwira militer bernama I Gusti Ngurah Rai membentuk pasukan Bali 'pejuang kemerdekaan'. Menyusul menyerahnya Jepang di Pasifik pada bulan Agustus 1945, Belanda segera kembali ke Indonesia (termasuk Bali) untuk menegakkan kembali pemerintahan kolonialnya layaknya keadaan sebelum perang. Hal ini ditentang oleh pasukan perlawanan Bali yang saat itu menggunakan senjata Jepang.
Pada 20 November 1945, pecahlah pertempuran Puputan Margarana yang terjadi di desa Marga, Kabupaten Tabanan, Bali tengah. Kolonel I Gusti Ngurah Rai yang berusia 29 tahun, memimpin tentaranya dari wilayah timur Bali untuk melakukan serangan sampai mati pada pasukan Belanda yang bersenjata lengkap. Seluruh anggota batalion Bali tersebut tewas semuanya dan menjadikannya sebagai perlawanan militer Bali yang terakhir.
Pada tahun 1946 Belanda menjadikan Bali sebagai salah satu dari 13 wilayah bagian dari Negara Indonesia Timur yang baru diproklamasikan, yaitu sebagai salah satu negara saingan bagi Republik Indonesia yang diproklamasikan dan dikepalai oleh Sukarno dan Hatta. Bali kemudian juga dimasukkan ke dalam Republik Indonesia Serikat ketika Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia pada 29 Desember 1949. Tahun 1950, secara resmi Bali meninggalkan perserikatannya dengan Belanda dan secara hukum menjadi sebuah propinsi dari Republik Indonesia.
Letusan Gunung Agung yang terjadi pada tahun 1963, sempat mengguncangkan perekonomian rakyat dan menyebabkan banyak penduduk Bali bertransmigrasi ke berbagai wilayah lain di Indonesia.
Tahun 1965, seiring dengan gagalnya kudeta oleh G30S terhadap pemerintah nasional di Jakarta, di Bali dan banyak daerah lainnya terjadilah penumpasan terhadap anggota dan simpatisan Partai Komunis Indonesia. Di Bali, diperkirakan lebih dari 100.000 orang terbunuh atau hilang. Meskipun demikian, kejadian-kejadian pada masa awal Orde Baru tersebut sampai dengan saat ini belum berhasil diungkapkan secara hukum.[6]
Serangan teroris telah terjadi pada 12 Oktober 2002, berupa serangan Bom Bali 2002 di kawasan pariwisata Pantai Kuta, menyebabkan sebanyak 202 orang tewas dan 209 orang lainnya cedera. Serangan Bom Bali 2005 juga terjadi tiga tahun kemudian di Kuta dan pantai Jimbaran. Kejadian-kejadian tersebut mendapat liputan internasional yang luas karena sebagian besar korbannya adalah wisatawan asing dan menyebabkan industri pariwisata Bali menghadapi tantangan berat beberapa tahun terakhir ini.

Demografi

Penduduk Bali kira-kira sejumlah 4 juta jiwa lebih, dengan mayoritas 92,3% menganut agama Hindu. Agama lainnya adalah Buddha, Islam, Protestan dan Katolik. Agama Islam adalah agama minoritas terbesar di Bali dengan penganut antara 5-7,2%.
Selain dari sektor pariwisata, penduduk Bali juga hidup dari pertanian dan perikanan, yang paling dikenal dunia dari pertanian di Bali ialah sistem Subak. Sebagian juga memilih menjadi seniman. Bahasa yang digunakan di Bali adalah Bahasa Indonesia, Bali dan Inggris khususnya bagi yang bekerja di sektor pariwisata.
Bahasa Bali dan Bahasa Indonesia adalah bahasa yang paling luas pemakaiannya di Bali dan sebagaimana penduduk Indonesia lainnya, sebagian besar masyarakat Bali adalah bilingual atau bahkan trilingual. Meskipun terdapat beberapa dialek dalam bahasa Bali, umumnya masyarakat Bali menggunakan sebentuk bahasa Bali pergaulan sebagai pilihan dalam berkomunikasi. Secara tradisi, penggunaan berbagai dialek bahasa Bali ditentukan berdasarkan sistem catur warna dalam agama Hindu Dharma dan keanggotan klan (istilah Bali: soroh, gotra); meskipun pelaksanaan tradisi tersebut cenderung berkurang. Di beberapa tempat di Bali, ditemukan sejumlah pemakai bahasa Jawa.
Bahasa Inggris adalah bahasa ketiga (dan bahasa asing utama) bagi banyak masyarakat Bali yang dipengaruhi oleh kebutuhan yang besar dari industri pariwisata. Para karyawan yang bekerja pada pusat-pusat informasi wisatawan di Bali, sering kali juga memahami beberapa bahasa asing dengan kompetensi yang cukup memadai. Bahasa Jepang juga menjadi prioritas pendidikan di Bali.






Danau Batur

Danau Batur

Danau Batur terletak di Kabupaten Bangli. Danau batur adalah danau terbesar di Bali, menempati dasar kaldera di sebelah timur dan tenggara Gunung Batur yang menyerupai bentuk bulan sabit, panjangnya kira-kira 7,5 Km, lebarnya kira-kira 2,5 Km, keliling 22 Km, luas 16 Km dan tinggi muka air danaunya 1031 meter di atas permukaan laut dengan kedalaman airnya diperkirakan mencapai 70 meter dan mengandung air sebanyak 815,38 juta kubik.

Seperti halnya dengan Danau Buyan dan Danau Tamblingan, Danau Batur juga bisa dinikmati dari tempat ketinggian, misalnya dari Penelokan, sehingga nampak sangat indah dari kejauhan.

Desa-desa yang terletak di pinggir Danau Batur pada era sekarang adalah Desa Songan,Trunyan, Abang, Buahan dan kedisan. Desa Trunyan salah satu dari Desa Wingkang Ranu ini paling banyak dikunjungi wisatawan, baik domestic maupun mancanegara karena keunikan tradisinya, kekhususannya dalam system penguburan mayat.

Masyarakat umat Hindhu memfungsikan Gunung dan Danau Batur sebagai suatu tempat suci, oleh karena dalam sastra-sastra agama seperti dalam Usana Bali, Raja Purana Ulundanu Batur dan Padma Buana, Gunung dan Danau Batur itu dinyatakan sebagai “Linggih atau Sthana dari Betari Dewi Danuh atau Betari Ulun Danu” sebagai manifestasinya dari pada Dewa Wisnu, sebagai saktinya, serta lazim pula dalam lontar-lontar dinamakan Sang Hyang Girinata dan Sang Hyang Giriputri.

Sebenarnya baik secara topografis, atau seperti yang dikemukan dalam Rajapurana Pura Ulun Danau Batur, dikawasan Danau Batur ada sebelas patirthan yang menurut istilah masyarakat setempat sering juga di sebut “buka Patirthan ring segara Danu Batur”. Kalau di simak dan di kaji istilah masyarakat setempat itu memang benar, karena diantara sebelas Patirthan itu, banyak yang menjadi “buka” (sumber mata air) beberapa sungai di Kabupaten Karangasem, Kabupaten Buleleng, Kabupaten Klungkung, Kabupaten Gianyar, Kabupaten Badung, beberpa patirthan yang berlokasi di bagian timur Danau Batur di antara Desa Buwahan dan Desa Abang adalah sebagai berikut:

Patirthan Telaga waja. Sumber mata air patirthan ini menjadi buka tukad Telaga Waja yang mengalir di sebelah timur desa adapt rendang di Kabupaten Karangasem. Menurut tradisi Krama Desa Adat Abang dan tata upacara keagamaan di Pura Tuluk Biyu, di Patirthan Telaga Waja ini masyarakat akan memohon tirtha pada waktu dilaksanakan upacara melaspas, Penyegjeg Jagat. Termasuk pula mohon tirtha pada waktu upacara Pawintenan dan pamadegan Dane Jero Kaleran dan Jero Kelodan Tuluk Biyu, para Pemangku Pura Tuluk Biyu, Jero Nyarikan Tuluk Biyu, dan beberapa fungsionaris Pura Tuluk Biyu, sehingga menjadi sah, peran, fungsi dan kedudukan masing-masing karma pengemong Pura Tuluk Biyu. Di duga karena fungsi Patirthan Telaga Waja untuk mengesahkan fungsionaris karma pengemong Pura Tuluk Biyu seperti yang telah dikemukakan di atas maka patirthan ini juga disebut patirthan Yeh Sah.

Patirthan Bantang Anyud. Sumber patirthan ini lokasinya berdekatan dengan patirthan Telaga Waja (patirthan Yeh Sah) dan menjadi buka Tukad Pipis dan Tukad Bubuh di Kabupaten Klungkung. Secara tradisi, oleh karma Desa Adat Abang dan Krama pengemong Pura Tuluk Biyu, Patirthan Bantang Anyud ini di gunakan sebagai lokasi upacara melelasti (makekobok), terutama pada hari subhadiwasa pujawali di Pura Tuluk Biyu. Atau dengan kata lain, patirthan Bantang Anyud adalah Patirthan Pura Tuluk Biyu, terutama kalau ada kelahiran buncing, bayi laki-laki yang lahir lebih dulu kemudian disusul dengan kelahiran bayi perempuan. Dengan demikian patirthan Bantang Anyud ini juga berfungsi dan berkedudukan sebagai tirtha pamarisuda atau tirtha pengelukatan.

Patirthan Danu Gadang. Lokasinya berdekatan dengan patirthan Bantang Anyud. Patirthan Danu Gadang ini merupakan buka Tukad Pipis yang berlokasi diantara Kabupaten Klungkung dan Gianyar. Patirthan Danu Gadang ini juga merupakan lokasi upacara pemelastian Ida Betara di Pura Tuluk Biyu, di samping untuk memohon tirtha pengelukatan dan tirtha pamarisuda untuk bayi yang lahir kembar laki-laki, kembar perempuan dan kelahiran bayi nyilih asih (kelahiran bayi perempuan yang pertama kemudian disusul kelahiran bayi laki-laki). Sehingga dengan demikian, patirthan Danu Gadang ini di samping patirthan Betara di Pura Tuluk Biyu, juga berfungsi sebagai tirtha pengelukatan dan tirtha pamarisuda.

Patirthan Danu Kuning. Dalam jajaran patirthan yang berlokasi di bagian timur Danau Batur, di antara Desa Buahan dan Desa Abang, Tirtha Danu Kuning ini juga lokasinya berdekatan dengan patirthan Danu Gadang.